Dalam
hal ini, CAMELS merupakan salah satu instrumen Bank Indonesia yang diperlukan
untuk mengetahui tingkat kesehatan bank. Faktor-faktor CAMELS ini sudah diakui
dunia perbankan internasional (standar BIS adalah CAMEL), berkiblat pada aturan
yang ditetapkan oleh BIS (Bank Internasional Settlement) yang merupakan bank
sentral dari bank sentral utama dunia yaitu suatu organisasi yang bermarkas di
kota Basle, Switzerland yang beranggotakan 10 (sepuluh) negara-negara maju
yaitu: United States, West Germany, Japan, Britian, France, Italy, Belgium, The
Nederlands, Canada, dan Sweden. Kegiatan kelompok perbankan ini sangat
berpengaruh terhadap perbankan global. Oleh karena itu, hampir seluruh sistem
perbankan internasional mengacu pada standar BIS, atau memang secara terpaksa
harus mengikuti, agar operasional perbankan suatu negara dapat memenuhi standar
yang diakui secara internasional dan dapat diterima dalam kancah operasional
perbankan dunia.
Lalu
bagaimana tata cara selengkapnya mengenai perhitungan CAMELS?
Sebelum
saya ulas lebih jauh mengenai tata cara selengkapnya perhitungan kesehatan bank
di Indonesia dengan menggunakan “CAMELS”, saya merangkum dulu beberapa hal
mengenai CAMELS, terutama dikaitkan beberapa kesulitan yang mungkin dihadapi
ketika melakukan perhitungan di lapangangnya:
1.
Penilaian CAMELS bersifat rahasia,
yang hanya diketahui oleh Bank Indonesia dan manajemen bank yang dinilai saja.
Dengan demikian, publik atau masyarakat tidak tahu persis mengenai hasil
perhitungan selengkapnya. Jadi publik tidak mengetahui apakah suatu bank
tersebut memperoleh komposit 1, 2, dan seterusnya. Sebagai cacatan, istilah
“komposit” tersebut menggantikan istilah “sehat”, “cukup sehat” , dst pada
penilaian kesehatan bank sebelumnya versi CAMEL
2.
Perhitungan CAMELS dilakukan oleh
manajemen bank terlebih dahulu atau bersifat self-asessment. Selanjutnya
pemeriksa bank dari Bank Indonesia akan melakukan konfirmasi dan evaluasi
terhadap hasil perhitungan versi bank tersebut sebelum memutuskan hasil akhir
perhitungan. Jadi hanya pihak manajemen bank dan BI sendiri yang mengetahui
data-data yang digunakan dalam perhitungan tersebut, termasuk hasil atau nilai
untuk setiap parameternya. Dan sebagian besar data-data tersebut tidak
dipublikasi ke masyarakat. Sebagai contoh, jumlah dan nilai simpanan dari
debitur inti tidak akan terlihat pada laporan keuangan yang dipublikasikan ke
masyarakat. Beberaoa rasio yang memang diharuskan dipublikasiakan ke
masyarakat, misalnya adalah CAR, LDR, NIM, BOPO, atau Kualitas Aktiva
Produktif. Padahal rasio-rasio tersebut baru sebagian kecil dari paramater
dalam CAMELS
3.
Penilaian CAMELS tidak hanya
bersifat kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam
bentuk “expert judgment”- baik dari penilai dari bank yang bersangkutan maupuan
dari pemeriks BI. Inilah perbedaan yang signifikan dari CAMELS dibandingkan
CAMEL. Pada CAMEL, sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan
rumus-rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaiaj untuk setiap
parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank
pun akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan
bank yaitu “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat”. Sedangkan
pada versi CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar
pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah “Komposit 1″ yang
identik “sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5″ yang bisa dikategorikan
“buruk” atau “tidak sehat”.
Terlepas
dari beberapa hambatan dan keterbatasan perhitungan CAMELS oleh publik- dalam
hal ini mahasiswa atau peneliti, tahap-tahap perhitungan CAMELS secara umum
adalah sebagai berikut:
1.
Hitunglah nilai parameter sesuai
dengan rumus yang telah ditetapkan pada Peraturan Bank Indonesi berikut Surat
Edarannya. Misalnya Anda harus menghitung nilai CAR dan 7 parameter lainnya
untuk faktor permodalan atau “C”. Dan disinilah kita menghadapi kesulitan dalam
mencari data pendukungnya, walaupun rumus untuk setiap parameter sudah
disajikan dengan jelas pada Peraturan Bank Indonesia.
2.
Berdasarkan nilai parameter
tersebut, misalnya CAR, lihatlah pada matriks penilaian komposit untuk faktor
permodalan yang telah disediakan oleh BI. Dari matriks tersebut kita akan
mengetahui nilai kompositnya jika diketahui nilai CAR. Misalnya, bank dengan
CAR = 8% akan memperoleh nilai “Komposit 3″.
3.
Hitunglah nilai komposit untuk
seluruh komponen dari mulai “C” sampai “S”. Sebagai contoh, pada faktor “C”
akan ada 8 nilai komposit.
4.
Tetapkan nilai komposit faktor
berdasarkan nilai komposit parameter penyusunnya. Jadi kita akan
menetapkan 6 nilai komposit berikutnya untuk masing-masing faktor, yaitu
“C”, “A”, “M”, “E”, “L” dan “S”. Misalnya, kita harus menetapkan berapa
nilai komposit agregat untuk faktor “S” berdasarkan 8 nilai komposit dari
parameter penyusunnya.Perlu diketahui bahwa tidak ada rumus matematis yang
menghubungkan distribusi nilai komposit per parameter dengan nilai komposit
agregat untuk faktornya. BI sudah menyediakan lembar kerja untuk
penilaian tersebut. Lembar kerja tersebut tidak hanya mencantumkan nilai
parameter dan hasil penilaian kompositnya saja, namun juga uraian yang bersifat
kualitatif. Jadi penilaian CAMELS tersebut juga mempertimbangkan “expert
judgement” terhadap kondisi yang terkait dengan parameter yang dinilai
5.
Setelah mengetahui 6 nilai komposit,
langkah terakhir adalah menentukan nilai komposit akhir dari bank tersebut.
Misalnya, jika sebuah bank memperoleh nilai komposit 1 untuk faktor “C”,
komposit 2 untuk “A”, komposit 2 untuk “M”, komposit 3 untuk “E”, komposit 1
untuk “L”, dan Komposit 3 untuk “S”, maka berapa nilai Komposit akhir dari bank
tersebut? Sekali lagi, tidak ada rumus matematik yang menghubungkan nilai
komposit masing-masing faktor dengan nilai komposit akhir dari bank tersebut.
Selalu ada penjelasan kualitatif tentang hasil akhir penilaian tersebut yang
selengkapnya tertuang dalam lembar kerja yang sudah disediakan. Memang akhirnya
setiap bank pasti memperoleh nilai komposit akhir tersebut, yang menunjukkan
nilai akhir dari penilaian kesehatan terhadap bank tersebut.
Perhitungan CAMELS dan
penyampaian hasilnya memang bersifat rahasia atau tidak dipublikasikan ke umum.
Dengan demikian, sebagian besar data-datanya memang tidak ada di laporan
keuangan yang dipublikasikan ke umum. Sebagai contoh, komponen yang digunakan
untuk menilai “S” terdiri dari tiga yaitu
(1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk
mencover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan Potential Loss Suku Bunga
(=Eksposur Trading Book + Banking Book x fluktuasi Suku Bunga);
(2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk
meng-cover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan Potential Loss Nilai Tukar
(=Eksposur Trading Book valas + Banking Book Valas x Fluktuasi Nilai Tukar)
(3)
Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).
Dua komponen yang pertama bersifat
kuantitatif yang berkaitan dengan kesiapan pihak bank dalam menghadapi resiko
tingkat suku bunga dan resiko nilai tukar. Kesiapan tersebut pada prinsipnya
ditunjukkan dengan kemampuan modal yang “dilebihkan”- maksudnya bank
menyediakan modal lebih dari nilai modal minimum yang ditetapkan. Ekses modal
digunakan untuk meng-cover atau menutupi kerugian akibat fluktuasi tingkat suku
bunga dan nilai tukar. Tetapi sayangnya “data mentah”- untuk perhitungan
tersebut tidak dapat diperoleh oleh masyarakat umum, kecuali kita memperolehnya
dari pihak internal bank- yang rasanya memang sulit didapatkan karena mungkin
tergolong sensitif atau rahasia.
Selain itu, perhitungan CAMELS ini sepengetahuan
saya, pada tahap awalnya bersifat “self-assessment” yaitu dihitung berdasarkan
penilaian dari pihak bank sendiri. Namun penilaian akhirnya tetap setelah
melalui proses konfirmasi atau pemeriksaan oleh pihak Bank Indonesia
Nama : Welthi Sugiarti
judul skripsi :
No comments:
Post a Comment