Nama : Welthi Sugiarti
NPM : 21208279
Kelas : 4EB13
Tugas : Softskill 1
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
1. Pengertian
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan kata lain etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
Sedangkan Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian khusus. Pengertian profesi tersebut adalah pengertian profesi pada umumnya, sebab disamping itu terdapat pula yang disebut sebagai profesi luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat.
Pengertian Etika Profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Sedangkan akuntansi itu sendiri adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan keputusan serta tujuan lainnya.
2. Faktor
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
3. Prinsip Etika
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
• Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
• Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
• Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
• Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
• Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
• Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
• Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Sumber :
4. Contoh Kasus Etika Profesi Akuntansi
1. Arthur Andersen
Sebelum terjadinya skandal Enron dan beberapa skandal akuntansi lainnya, ada lima kantor akuntan terbesar yang dinamakan the Big Five. Sejak pemisahan bisnis jasa atestasi Arthur Andersen, di Amerika Serikat sebagian besar bergabung dengan KPMG sedangkan di luar Amerika bergabung dengan Deloitte & Touche, Arthur Andersen keluar dari kelompok itu. Sebelumnya, pengelompokan kantor akuntan terbesar ini juga dikenal sebagai the Big Six dan the Big Eight.
Arthur Andersen LPP adalah salah satu firma akuntansi terbesar di AS yang berdiri sejak 1913. Selama perjalanannya perusahan ini memiliki reputasi sebagai kepercayaan, integritas dan etika yang penting bagi perusahaan yang di bebani auditing secara independen dan melaporkan laporan-laporan perusahaan publik, dimana akurasi investor tergantung keputusan investasi.
Di masa-masa awalnya Andersen memiliki standar-standar profesi akuntansi dan mengembangkan inisiatif-inisiatif baru pada kekuatan-kekuatan integritasnya Arthur Andersen pernah menjadi model sebuah karakter teguh hati dan integritas yang merupakan profesionalitas dalam akuntansi. Tetapi kebangkrutan klien-klien besar membuka skandal-skandal besar yang membuat firma akuntansi ini tutup.
Kasus yang Membuat Keruntuhan Andersen
Tahun 1999 Andersen memisahkan fungsi akuntansi dan konsultasi. Namun seringkali strategi ini menjadikan persaingan di antara kedua unit yang cenderung melemahkan dan memicu kerahasiaan dan keegoisan. Komunikasi menjadi merosot, merintangi kemampuan perusahaan untuk tanggap dan bekerja efektif menghadapi krisis. Dengan pendapatan yang berkembang, unit konsultasi menuntut kompensasi dan pengakuan yang lebih besar. Perselisihan yang meruncing ini menjadikan pertikaian.
Tahun 2000 dalam pengadilan arbitrase, hakim memutuskan bahwa konsultan Andersen bisa memisahkan diri dan bekerja secara efektif. Perusahaan konsultasi berubah namanya menjadi Accenture.
Pada Januari 2001, Andersen mengangkat Joseph Berardino sebagai CEO baru dalam auditing. Tugas pertamanya adalah melacak perusahaan yang lebih kecil melalui sejumlah tuntutan hukum yang sudah ada. Andersen membayar amat mahal untuk tuntutan-tuntutan ini. Tahun berikutnya, banyak perusahaan klien Andersen meninjau ulang hubungannya dengan Andersen.
Dari permasalahan tersebut menibulkan beberapa permasalahan yaitu skandal BFA, Sunbeam, Waste Management, Enron, Perusahaan Telekomunikasi, Isu-isu Hukum dan Etika dalam Pengauditan Andersen yang Menyimpang, Bukti Bahwa Budaya Perusahaan Andersen Berkontribusi Terhadap Kejatuhan Perusahaan, Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety Bisa meminimalkan Kesalahan Auditor dan Penyimpangan Akuntansi.
http://faris31.wordpress.com/2010/11/09/contoh-kasus-pelanggaran-kode-etik-akuntansi/
2. Bank Century
Kasus Bank Century bukanlah sekedar kasus perbankan ataupun pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tetapi kasus ini telah memasuki ranah politik, dengan terbangunnya perdebatan antar elite politik mengenai layak tidaknya Bank tersebut mendapatkan bantuan. Bantuan bailout dan sejumlah dana yang dikeluarkan oleh LPS kembali diperdebatkan.
Kekhawatiran nasabah Bank Century ternyata beralasan dan hampir terbukti. Pasalnya berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juli 2008 Bank Century sudah mengalami kesulitan likuiditas dan sejumlah nasabah besar pun menarik dana pihak ketiga (DPK) miliknya. Hal ini berlanjut dengan seringnya bank ini melanggar ketentuan giro wajib minimum (GWM) yang harus dipenuhinya.Kondisi ini diperparah dengan keresahan dan ketidakpercayaan nasabahnya yang kemudian dengan tidak mudah menarik dana untuk menghindari kemungkinan buruk yaitu kehilangan uangnya.
Kasus Bank Century memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perbankan sehingga terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin sebagai agen Penjual Reksadana (APERD) dan menjual obligasi tanpa nilai.
Sebelumnya kasus pengelapan juga terjadi di Bank Global, saat itu terjadi penggelapan oleh oknum pegawai bank tersebut terhadap dana nasabah yang seharusnya dikonversi dari deposito ke investasi reksadana. Jika dikaitkan dengan penerapan tata kelola pemerintahan maupun perusahaan yang baik, maka kedua kasus tersebut merupakan “pelecehan” terhadap lembaga pengawas keuangan seperti Bapepam dan Bank Indonesia tetapi yang terjadi, seolah-olah saling melempar bola panas antar institusi pengawas keuangan kita. Secara umum kedua kasus tersebut memang harus dilihat dari dua sudut baik peraturan perbankan maupun tindakan criminal.
Untuk memperkecil peluang kejadian serupa dapat terulang kembali, perlu adanya antisipasi khusus dari Bapepam dan BI terutama mengenai kepemilikan saham suatu bank, serta kaitan antara bank dengan suatu grup usaha, karena dikhawatirkan dana yang dikumpulkan dari masyarakat hanya disalurkan kepada perusahaan dalam grupnya bahkan tanpa memperhatikan aspek dari kelayakan usahanya dan juga berpotensi terjadi mark up padahal pengelola keuangan harus terbebas dari berbagai konflik kepentingan.
Kasus-kasus tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. Hal fundamental yang sering terlupakan dalam upaya penguatan kembali ekonomi kita yaitu : kejujuran dan transparansi yang diikat oleh elemen kepercayaan (trust). Akibatnya, jangankan mampu untuk mengatasi masalah dan menguatkan kembali perekonomian terutama pasar keuangan, melihat apa yang tengah berlangsung pun, Pemerintah sepertinya belum memiliki informasi akurat.
3. Akuntan terlibat skandal BLBI
KREDIT macet, kredit fiktif, penggelembungan angka (mark-up) merupakan borok-borok perbankan di tanah air. Sudah rahasia umum, konglomerasi di Indonesia memiliki bank untuk menghimpun dana dari masyarakat. Dan, biasanya bank itu digunakan sebagai ’sapi perah’ bagi perusahaan dalam grup. Hal itu terjadi karena struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia sebagian besar perusahaan keluarga. Berbeda dengan perusahaan di negara maju, misalnya Amerika Serikat. Disana, struktur kepemilikan perusahaan sudah terpisah.
Karena di AS terpisah, maka peran akuntan publik menjadi penting untuk menjadi wasit antara manajemen dengan pemilik atau komisaris pemegang saham. Tapi di Indonesia banyak terjadi penyimpangan.
Pada saat krisis, banyak bank-bank yang ambruk, padahal laporan keuangannya menunjukkan prestasi bagus dan sehat. Untuk menjelaskan apa penyebabnya, salah satu cara yang digunakan adalah menelaah ulang kertas kerja yang dibuat Kantor Akuntan Publik (KAP) yang dianggap jujur dan menggunakan kaidah-kaidah yang telah baku.
Namun, hasilnya di luar dugaan, ternyata BPKP menemukan kenyataan bahwa auditor tersebut melanggar Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggarannya, antara lain: KAP tidak melakukan pengujian yang memadai, dokumentasi audit kurang memadai dan tak memahami peraturan perbankan. Karena itu, ICW (Indonesian Corruption Watch) melalui suratnya bernomor 19/SK/S-BP/ICW/IV/2001, mengirimkan surat kepada Erry Riyana, Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia.
“Beberapa waktu yang lalu ICW menerima laporan dari masyarakat mengenai hasil peer review BPKP atas 10 KAP yang mengaudit 37 bank bermasalah yang diantaranya merupakan bank penerima BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) dan dibekukan kegiatannya,” kata Koordinator Badan Pekerja ICW, Teten Masduki. “Dari 10 Kantor akuntan publik hanya satu KAP yang tidak melanggar standar profesional,” timpal Agam.
Menurut Agam, seharusnya akuntan publik itu mendapat sanksi sesuai dengan kode etik akuntan di Indonesia. Namun kenyataanya baik dari Depkeu maupun IAI tidak ada sanksi apapun kepada KAP maupun auditor partner dari KAP.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam kasus tersebut bahwa akuntan di Indonesia banyak yang melanggar Standar Profesional Akuntan Publik. Namun pada kenyataannya, sama sekali tidak ada sanksi bagi KAP yang melanggar kode etik akuntan. Ini juga dikarenakan oleh belum adanya aturan hukum yang menyangkut kode etik akuntan di Indonesia.
4. Gayus Tambunan
Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan pajak. Empat orang jaksa yang ditunjuk oleh Kejagung untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia dan Ika Syafitri.
Seiring hasil penelitian jaksa, hanya pasal penggelapan saja yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke pengadilan. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan semula. Karena hal ini tidak dapat dibuktikan. Dana sejumlah Rp. 25 miliar ini diakui oleh Andi Kosasis sebagai miliknya yang dititipkan di rekening Gayus.
Andi Kosasih adalah teman Gayus yang sekaligus pengusaha garmen asal Batam yang menjalin perjanjian kerjasama dengan Gayus untuk membangun ruko. Gayus bertugas untuk mencarikan tanah seluas 2 hektar. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi, baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.
Memang ada beberapa aliran dana yang terdeteksi mengalir ke rekening Gayus. Namun semua tuduhan itu dinilai murni merupakan penggelapan pajak
Perkembangan selanjutnya kasus ini melibatkan susno duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.Gayus menyerahkan diri di Hotel Mandarin Meritus Orchard Singapura, Selasa malam (30/3). Dia diamankan tim Polri yang langsung dipimpin Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi, serta Kombes Pol M Iriawan. Gayus dipulangkan ke Jakarta.
Jika memang terbukti bersalah dalam money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan pajak maka secara etika profesi, Gayus sudah melanggar Etika Profesi